Sabtu, 24 November 2007

Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally

PADA tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu
tinggi dan tentu tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI,
berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan
yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa
membeli sepatu idaman tersebut.

Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu
terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat
dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan.
Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah
terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu
Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi
keinginan sederhana dari seorang Hatta. Jika ingin memanfaatkan
posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta
untuk memperoleh sepatu Bally.
Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang
menjadi kenalan Bung Hatta.

"Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau
meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung
Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia
lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri," kata
Adi Sasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta.
Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-
marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan
Logistik, dan lain-lain.

Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan
orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan
membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada . Kalau belum mampu,
harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang
lain. Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia
proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling,
tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi
bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan
meminta sedekah dari orang asing.

Kawan, keteladanan mungkin sulit ditemui di Idonesia saat ini. kasus korupsi, illegal logging, moral yang bejat dan sebagainya sudah kian banyak. Namun, sebagai pemuda bangsa bukan saatnya lagi kita merendah. bergeraklah untuk melakukan perubahan. (Future Leader Party UGM-FLP)

1 komentar:

Tanti Kursyaf mengatakan...

terharu sekali... :')